Monday, August 21, 2006

Warung Kopi Istana Rakyat Ku (Novel Gotapi)

Warung Kopi Istana Rakyat Ku

Gotapi adalah seorang yang pemuda yang sensitiveterhadap berbagai gejolak sosial masyarakat. Dia sangat peka terhadap segala bentuk perubahan yang terjadi di muka bumi, khususnyadi tanah Jawa yaitu pusat Pemerintahan Bangsa yang besar Republik Indonesia. Bagaikan bunga-bunga yang mulai mekar, Gotapi sebagai tunas-tunas Bangsa. Banyak sekali teriakan-teriakannya kepada penguasa, itu semua akibat dari ketidakpuasan Gotapi pada ketidakadilan dan kebohongan yang sering terjadi di depan matanya, dan yang menjadi korbannya adalah rakyat Gotapi melihat banyak kenyataan atau fakta yang terjadi, sangat bertolak belakang dengan teori-teori yang dia dengar dan dia baca dari buku–buku di kampus.

“Semuanya bull sit…!,” ucapnya dengan suara lantang.

“Ngapain gua bertahun-tahun belajar, kalau semuanya enggak ada gunanya. Buat apa kalau gua cuma menghabiskan waktu saja, kalau semua yang gua pelajari pada kenyataannya berbeda, prakteknya jauh. Malah kadang-kadang gak perlu. Basi!,” katanya kembali sambil orasi di depan warung tempat dia nongkrong bersama teman-temannya. Ketika menyaksikan kehidupan rakyat kecil dan pedagang kaki di sekelilingnya.

Itulah realita yang terjadi ketika Pemerintah Daerah mencoba menertibkan PKL dengan alasan tata kota. Gotapi pun melanjutkan orasinya.

“Mereka bilang tugas utama Pemerintah Daerah adalah mensejahterakan rakyat tetapi apa kebijakan yang dilakukan Pemerintah Daerah saat ini justru menyengsarakan rakyat, menyiksa orang kecil. Demi kebersihan, keindahan dan tata kota, mereka malah mengorbankan keluarga-keluarga yang menggantungkan hidup nya dalam berdagang kecil-kecilan, dengan mengusir dan menghancurkan dagangan mereka. Apakah itu mensejahterakan rakyat. Atau malah menyengsarakan kehidupan rakyat!,” orasi Gotapi dalam diskusi jalanan di warung kang Daud, bikin rame kawasan itu.

Diantaranya ada tukang rokok, tukang parkir, pengamen malah tukang minta-minta ikut nimbrung. Hanya untuk ngedegerin Gotapi dan kawan-kawannya diskusi tentang nasib kehidupan yang mereka lihat dan mereka jalani itu. Akhirnya Jawax kepancing untuk ngomong.

“Terus kita mau ngapain Got…, memang udah kayak gini. Mau digimanain lagi, biar loe teriak-teriak di warung ini sampai muntah darah. Tuh PolPP tetep nertibin para PKL, namanya juga kita rakyat kecil. Enggak banyak Got…, yang bisa kita perbuat!,” ucap Jawax dengan nada putus asa.

“Betul padahal kalau kita membaca UUD’45, Pemrintah Daerah telah melanggar pasal 27 ayat 2, yang isinya tentang hak rakyat atas pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan!,” ucap Deni nyerocosnya gak pake koma.

Tinggal Achongs yang paling terakhir vokal, sambil tangannya menggebrak meja.

“Braakkk…,Hidup Rakyat…!,” ucapnya beriringan dengan suara nyaring gebrakan meja.

“Gua gak mau tau, pokoknya tuh PolPP jangan sampe mengusir para pedagang kaki lima di tempat ini. Enak saja ngijek-ngijek rakyat kecil, sedangkan para pejabat di kota ini cuma bisa meng korupsi uang rakyat. Akhirnya rakyat selalu menjadi menjadi korban…, dari pada mereka menghancurkan dagangan para PKL, lebih baik kita sekalian saja bakar kantor Walikota!,” ucap Achongs dengan emosi yang membakar jiwanya.

Dan rakyat disekitar warung kang Daud pun bersorak setuju dengan idenya Achongs. Dan dalam waktu singkat, tanpa Gotapi sadari hampir seluruh para PKL yang berjualan di sekitar wilayah warung kang Daud, sudah berkumpul di warung kopi kang Daud. Sebagian ada yang memesan kopi, Kabar burungnya hari ini akan ada penertiban PKL yang akan dipimpin langsung oleh Bapak Camat. Situasi semakin tidak terkendali, ucapan Achongs telah memancing amarah rakyat, yang akan berujung pada aksi perlawanan rakyat kecil tehadap kesewenang-wenangan yang terjadi. Karena itu, Gotapi merasa harus mengambil tindakan, dengan nada yang agak tinggi dan tenang, dia pun mencoba berbicara.

“Saudara-saudara harap semuanya tenang, tidak emosi dan berusaha sama-sama menggunakan fikiran jernih, dalam menyelesaikan masalah ini. Sebab kalau saudara-saudara membalas suatu kesewenang-wenangan dengan tidakan yang sewenang-wenang pula, berarti saudara tidak ada bedanya dengan mereka. Saudara sama buruknya dengan para tikus-tikus yang sering mengecewakan dan membohongi rakyat. Tetapi disini harus kita pahami bahwa kesalahan yang mereka lakukan jangan dibalas dengan kesalahan yang sama. Ibaratnya jangan menyiram api dengan bensin, tetapi siramlah dengan Air, artinya kita harus mencari solusi dari permasalahan ini, bukan malah memperbesar masalah dengan menimbulkan masalah baru yang menambah derita dan malah membingungkan dalam penyelesaiaannya. Jika itu terjadi maka maka masalah akan menjadi berlarut-larut dan malah kita sendiri yang rugi, keadilan yang kita harapkan malah menjadi bumerang bagi kita semua!” ucap Gotapi panjang lebar dengan jelas dan berwibawa.

Semua orang yang berada di warung kang Daud pun terdiam dan termenung mendengar ucapan Gotapi, dan tanpa di duga keluarlah ucapan penyesalan dari mulut Achongs.

“Ya Allah maafin gua!,” ungkapnya sambil berfikir.

“Tapi bagaimana yah…, bagi gua tetap saja ini tidak adil. Gua harap ini semua jangan sampai terjadi, masa sih rakyat lagi yang menjadi korban!,” ucap Achongs yang bingung mengungkapkan perasaannya.

Gotapi pun mencoba menjelaskan kembali maksudnya

“Gua paham kenapa loe ingin melakukan tindakan itu, Karena memang sebenarnya tidak salah. Apakah salah kalau seseorang mempunyai pekerjaaan berdagang untuk menghidupi anak istri, pemerintah daerah saja mungkin yang tidak tahu bagaimana caranya mensejah-terakan rakyat. Apalagi di tengah-tengah krisis multi dimensi yang menimpa Bangsa kita sekarang ini, sempet-sempetnya mikirin tatakota. Padahal saat ini dimana-mana rakyat banyak yang kelaparan, kekurangan pangan, mencari kerja susah, pengangguran dimana-mana. Apa mereka gak mikir…?, justru malah mengeluarakan kebijakan yang malah menyengsarakan rakyat, meningkatkan jumlah kemiskinan, menciptakan penderitaan dengan menghancurkan tempat bergantung hidupnya sebuah keluarga. Bukankah justru Pemeritah lah yang bodoh, mereka hanya mementingkan diri sendiri, mencari kebahagiaan dan kesenangan di atas penderitaan orang lain.

Begini..., saya punya cara supaya kita semua dapat menyelesaikan masalah ini. Nanti ketika Bapak Camat dan PolPP nya mencoba menertibkan PKL di wilayah ini, kita semua tetap berkumpul ditempat ini. Nah saat itu kita undang Bapak Camat untuk berdialog di warung kang Daud, dan kita rumuskan bagaimana cara penyelesaiannya yang terbaik. Setuju," tanya Gotapi.

“Setujuuu…!,” ucap seluruh PKL yang berada diwarung kang Daud menjawab pertanyaan Gotapi.

***

Tidak lama kemudian PolPP yang dipimpin Bapak Camat akhirnya datang. Suasana agak panas, tetapi para PKL cukup dalam menghadapi dewasa masalah tersebut dengan fikiran jernih. Sebab belum lama, mereka baru selesai melaksanakan sholat Dzuhur di Masjid Raya yang kebetulan lokasinya dekat kawasan para PKL berjualan, juga tempat Gotapi dan teman-temannya nongkrong sekedar ngopi dan menyantap gorengan murah meriah.

Derap langkah yang tegas, dengan tatapan yang sangar mulai berbaris begumul menuju lokasi para pedagang kaki lima. Tanpa basa-basi Achongs pun buru-buru menghadang para PolPP yang mulai mengangkut peralatan dagang para PKL. Dengan suara yang keras dan lantang bak provokator, Achongs berteriak lantang di depan Bapak Camat dan PolPP.

“Bapak-Bapak mau ngapain merusak usaha seseorang. Asalkan Bapak tau mereka berdagang disini untuk menyambung hidup keluarga mereka, apakah Bapak bisa bertanggung jawab apabila anak istri mereka kelaparan. Lagian Negara kita tidak pernah melarang rakyatnya untuk berusaha!,” ucap Achongs dengan tegas.

“Begini Dik…!,” Bapak Camat berucap.

“Bukannya kami melarang saudara-saudara semua untuk berdagang, tetapi saudara-saudara semua telah melanggar peraturan Daerah, Yaitu melanggar tatakota dengan berjualan di badan jalan. Kalau tidak percaya silahkan lihat ini surat keputusan dari Bapak Walikota, kami hanya menjalankan tugas!,” ucap Bapak Camat dengan sangat yakin.

Achongs pun tidak terima dengan alasan Bapak Camat.

“Benar…, tetapi maaf Pak. Anda tidak bisa menyengsarakan rakyat, membuat para PKL menderita hanya demi mewujudkan kebersihan dan keindahan. Bukankah itu malah menimbulkan masalah baru yang lebih besar seperti kriminalitas akibat tidak ada pekerjaan lagi untuk menyambung hidup, Karena itu tidak ada gunanya Bapak melakukan ini, percuma dan kami pasti akan berontak!,” suara Achongs kembali menggelegar.

“Setujuuu…!,” ucap seluruh rakyat yang berada di situ.

Melihat keadaan yang mulai memanas kembali. Gotapi pun harus beraksi, untuk mengambil tindakan yang tepat, agar masalah yang sedang terjadi dapat diselesaikan. Sebelum Achongs melanjutkan kata-katanya, Gotapi buru-buru menyela pembicaraan yang terjadi.

“Sebentar–sebentar..., saudara-saudara harap tenang. Chongs sorry gua mau bicara!,” ucap Gotapi dengan tenang. Achongs pun memberikan isyarat Anggukan. Kemudian Gotapi melanjutkan ucapannya.

“Begini Bapak Camat, Saya minta Negosiasi. Bagaimana permasalahan ini diselesaikan di warung kang Daud, Agar permasalahan ini dapat bisa dibicarakan dengan tenang tanpa campur tangan nafsu dan emosi!,” ucap Gotapi dengan gagah dan berwibawa.

“Kalau begitu Baik lah!,” kata Pak Camat mencoba untuk bersikap bijaksana.

Dan kemudian Bapak Camat memerintahkan Kepada para PolPP untuk beristirahat di trotoar jalan.

Suara mesin mobil berduyun-duyun silih berganti, menambah ramai hiruk pikuk aktifitas masyarakat saat itu, tetapi suasana tetap tenang dan terkendali. Sebab selain pohon-pohon besar yang menjulang tinggi menaungi kedai kopi kang Daud, membuat keadaan lebih sejuk, angin pun bertiup dengan sepoi-sepoi. Ditambah sikap dewasa para PKL dan Pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi.

Tanpa basa basi Gotapi langsung berucap.

“Kang Daud kopinya dua…, Bapak Camat suka kopikan?,” ucap Gotapi dengan ramah.

“Iya…!,” jawab Bapak Camat sambil mengangguk setuju.

“Saudara…, Mau rokok. Silahkan ambil!,” ucap Pak Camat tak kalah represif.

Tetapi ternyata yang mengambil rokok bukan hanya Gotapi. Achongs, Jawax dan para PKL yang ada di warung itu pun ikutan, walhasil dalam hitungan detik satu bungkus rokok milik Pak Camat pun kandas.

Suasana pun mulai rileks dan nyaman.

“Jadi bagaimana apakah Bapak Camat tetap bersih keras untuk menertibkan PKL di wilayah ini. Apakah tidak ada penyelesaian yang lebih baik selain mengusir dan menghancurkan peralatan dagang Para PKL di wilayah yang Bapak Pimpin ini. Bagaimana…?!” ucap Gotapi mencoba membuka pembicaraan.

“Begini yah…, saudara!,” ucap Bapak Camat menjelaskan.

“Kami tidak melarang siapapun berdagang dan mencari penghasilan untuk menghidupi keluarganya, asalkan tidak mengganggu tata kota, kami pun telah siap untuk melokalisasi para pedagang kaki lima dalam satu tempat. Agar mereka bisa berdagang dengan tenang, tetapi mereka menolak. Maka itu akhirnya sangat terpaksa kami harus bersikap tegas dengan menertibkan saudara-saudara semua!,” ucap Pak Camat sombong.

Perasaan emosi pun mulai bangkit kembali, dengan selentingan-selentingan ketidakpuasan dari para PKL yang berkumpul di warung tersebut. Tetapi Gotapi tidak terpengaruh dan memulai pembicaraannya dengan serius.

“Sekarang begini Pak Camat!,” balas Gotapi dengan serius dan suara lembut, menatap wajah Pak Camat.

“Bapak tau kondisi perekonomian kita saat ini kayak apa. Bangsa kita ini berada dalam kondisi krisis, banyak hutang, dolar naik, yang mengakibatkan bahan-bahan kebutuhan menjadi mahal, dan rakyat pun hidup susah. Banyak orang yang di PHK, pengangguran menjamur dimana-mana. Jangan kan untuk memenuhi kebutuhan–kebutuhan seperti sandang dan papan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja sangat sulit. Bangsa kita saat ini berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, kita mungkin pantas di sebut Negara miskin. Asalkan Bapak tahu, sekarang di Negeri ini banyak sekali orang yang kelaparan dan kekurangan pangan. Kalau Bapak hanya berfikir kehidupan ini dengan dasar kehidupan yang Bapak jalani, mungkin tidak masalah. Sebab kehidupan Bapak sangat senang dan tidak kekurangan sesuatu apapun, tetapi coba Bapak berfikir dengan kehidupan rakyat yang lain, seperti para PKL dan orang–orang kecil yang kelaparan. Coba renungi apa yang akan Bapak rasakan?, kesakitan apa yang menyentuh hati nurani Bapak!.

Seperti pengalokasisasian PKL, itukan cuma solusi menurut anda sendiri atau subjektivitas Pemerintah, yang di satu sisi menguntungkan Pemerintah tetapi disisi lain merugikan rakyat. Dan pembuatan solusi itu sama sekali rakyat tidak di ajak berunding untuk mencari solusi yang terbaik, terutama para PKL. Selain itu apakah anda bisa menjamin dagangan kita laku terjual ditempat baru tersebut, yang secara lokasi sangat tidak strategis untuk berdagang atau sebaliknya. Sebab itu hanya akan membuat para pedagang bangkrut dan lebih menyengsarakan lagi.

Coba Pak..., kehidupan yang sulit ini jangan di tambah sulit lagi dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang malah menambah berat dan menyengsarakan rakyat. Cuma dengan dalih tata kota, kebersihan dan keindahan, anda akan mengorbankan lebih banyak lagi rakyat Indonesia yang ditimpa penderitaan dan kesengsaraan. Karena yang merasakan akibat dari krisis ini secara langsung bukan pemerintah atau orang–orang yang berkuasa di atas, tetapi masyarakat kecil lah yang merasakan langsung dampak dari krisis moneter yang terjadi pada bangsa kita sekarang ini. Saya tegaskan kami!, para pedagang kaki lima lah yang merasakan akibat dari krisis ekonomi yang terjadi pada Bangsa kita selama ini, jadi tolong jangan Bapak tambah lagi kesengsaraan dan penderitaan ini dengan kebijakan–kebijakan yang Pemerintah lakukan kepada kami.

Seandainya kebijakan itu tetap anda lakukan, mungkin satu permasalahan telah selesai, tetapi itu akan memunculkan permasalahan baru yang tidak gampang dalam penyelesiaannya. Sekarang apabila mereka kehilangan pekerjaan, hidup susah, mikirin anak istri di rumah belum makan, belum bayar uang sekolah dan lain-lain. Apakah tidak mungkin dalam benak mereka muncul pikiran mencuri, nodong, merampok dan perbuatan-perbuatan jahat lainnya, bukan kah itu suatu permasalahan baru yang sangat sulit untuk mengatasinya di bandingkan cuma permasalahan kebersihan dan keindahan. Karena kebersihan dan keindahan akan muncul apabila masyarakatnya memiliki kesadaran, bukan pemaksaan seperti yang sedang anda lakukan. Pemerintah harus sadar bahwa ada masalah yang lebih penting dari pada kebersihan, keindahan atau tata kota, yaitu bagaimana Pemerintah meningkatkan perekonomian masyarakat, sehingga dapat menumbuhkan kesejahteraaan di dalam masyarakat. Bukan seperti sekarang yang terjadi justru malah sebaliknya, rakyat malah dibuat sengsara, bukan dibuat sejahtera!,” ucap Gotapi dengan perkataan yang sangat panjang, lebar dan dalam. Membuat orang-orang yang berada di sekitar nya terdiam dan merenung, termasuk Pak Camat yang saat itu sedang tertunduk sedih. Karena hatinya tersentuh oleh perkataan Gotapi.

Suasana menjadi hening, diselimuti oleh cakarawala jiwa yang menumbuhkan pencerahan hati yang tersentuh oleh kelembutan kebenaran dan keadilan sang penentu kebenaran di Dunia, dan di atas langit yang paling tinggi.

Mulut Bapak Camat pun tak sanggup berkata-kata lagi, karena hatinya telah tersentuh nurani jiwa yang membuat hawa nafsu dan keegoisannya, tak mampu menghalau ketenangan dan ketentraman, yang muncul dalam suatu keabadian Ilahi, yang tak tersentuh dan tak terbatas.

“Jadi saya harus bagaimana…, sebab saya sudah mengatakan siap kepada Pak Walikota untuk member-sihkan PKL di sepanjang trotoar ini!,” ungkap Bapak Camat dengan rendah dan sedih.

“Tetapi apabila tidak di tertibkan, mereka telah membuat keadaan yang bersih dan enak di pandang. Menjadi keadaan yang kumuh dan kotor, soalnya seperti yang saudara lihat saat ini. Sampah-sampah bekas sisa–sisa makanan atau air bekas bakso, mereka buang sembarangan sehingga bila ada pengunjung dari kota lain, kesannya kota ini tidak becus dalam menata kota. Dan pada akhirnya kami-kami juga yang terkena teguran dari Bapak Walikota!,” ucap Bapak Camat berusaha meluapkan perasaannya.

“ Nah…, Akhirnya kan ketemu juga, dua sudut pandang yag berbeda dalam satu titik. Coba Bapak mampu berfikir objektif tanpa nafsu dan emosi seperti saat ini, dan selalu berfikir bagaimana mencari solusi dari pada permasalahan yang terjadi. Mungkin permasalahan tidak akan menjadi rumit bahkan akan ada suatu interaksi saling mengoreksi dan mengingatkan, bukan menyingkirkan dan menghancurkan!,” ucap Gotapi dengan senang sambil matanya berkaca-kaca.

“Maksud saudara…?,” ucap Bapak Camat kebingu-ngan.

“Coba Bapak dengarkan solusi yang saya tawarkan ini. Kepentingan Pemerintah Daerah adalah keindahan dan kebersihan kawasan ini, dan kepentingan Para pedagang kaki lima adalah bagaimana mereka mendapat berdagang dikawasan ini. Coba Bapak lihat di belakang trotoar masih ada tanah sedikit kurang lebih satu meter kenapa tidak para PKL menjual dagangannya agak mundur kebelakang. Untuk masalah kebersihan, kami sangat berterima kasih sekali atas kritikannya karena telah memperhatikan kami selama ini. Memang kami sadari mungkin inilah keteledoran yang kami lakukan selama ini, hingga membuat keadaan yang bersih menjadi kotor dan terkesan kumuh, dan kami pun berjanji mulai detik ini, kami akan menjamin dan bertanggung jawab atas kebersihan di kawasan ini. Bagaimana Bapak-Bapak para pedagang siap…?!,” ungkap Gotapi pada para pedagang kaki lima.

“Siaaapp…!,” teriak seluruh PKL yang berada di warung kang Daud.

“Benar…, tenang saja Bapak Camat biar kami yang menjamin!,” ucap salah seorang Pedagang kaki lima yang ikut nimbrung di warung kang Daud.

Kemudian Gotapi melanjutkan pembicaraannya.

“Benarkan ucapan saya, Kebersihan dan keindahan akan muncul kalau ada kesadaran dalam diri warga-warganya. Seperti saat ini Bapak tidak perlu banyak bicara bahkan teriak-teriak, agar mereka para PKL menjaga kebersihan dan keindahan kawasan ini!,” ucap Gotapi memberi penjelasan tentang solusinya.

“Kemudian untuk masalah keindahannya bagaimana, tetap saja kelihatannya kumuh!,” ucap Bapak Camat belum puas.

“Baik..., kemudian masalah keindahan. Kenapa Pemerintah daerah tidak menggunakan Buget dana tata kota untuk memperbaiki warung-warung mereka agar terlihat lebih indah dan bersih. Daripada Bapak gunakan untuk membayar PolPP, membeli truk dan keperluan-keperluan lain yang belum tentu dapat menyelesaiakan masalah ini secara tuntas, justru malah menimbulkan masalah baru. Contoh kecil yang dapat saya berikan seperti Jalan Malioboro yang berada di Kota Yogyakarta, mereka dulunya adalah para pedagang kaki lima, yang kemudian pemerintah mendukung mereka, walhasil saat ini Malio-boro merupakan pusat derah pariwisata kota Yogya, yang popularitasnya menyaingi candi Borobudur yang merupakan salah satu bentuk keajaiban Dunia.

Saya kira itu lebih baik, apabila program tata kota di fokuskan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat kecil, sebab ini sangat sesuai dengan kata–kata yang tertulis dalam UUD’45 pasal 27 ayat 2 yang berbunyi, tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Benarkan karena sebenarnya yang berkewajiban memberikan pe-kerjaan dan penghidupan yang layak adalah Pemerintah. karena itu, merupakan tugas Pemerintah kepada rakyatnya. Dan saat ini posisi Bapak Camat adalah sebagai kepanjangan tangan dari Pemerintah Pusat yang ada di Jakarta, Karena itu sudah sewajarnya lah para PKL ini dibantu oleh Bapak Camat agar kehidupan mereka lebih sejahtera.

Nah ini baru disebut Pemerintah yang berusaha mensejahterakan rakyat bukan malah menyengsarakan rekyat. Sesuai dengan Pancasila sila kelima yaitu, “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi bukan orang-orang kaya saja yang mendapat keadilan, kami rakyat miskin pun harus mendapat keadilan!,” ucap Gotapi kembali dengan lugas dan jelas memberi penjelasan seputar permasalahan yang terjadi.

Raut wajah Pak Camat pun tersenyum malu, antara rasa bersalah, denga rasa ingin menutupi diri yang lalai. Mungkin ucapan Gotapi tersebut membuat hati nuraninya, mengakui kalau ia telah berbuat sesuatu kesalahan.

Permasalahan pun akhirnya telah sampai pada ujung pangkal, antara dua kepentingan akhirnya bertemu dalam satu titik. Untuk menemukan solusi permasalahan yang terjadi diantara pemerintah dan rakyat.

Setelah tertunduk dan tersenyum yakin, kemudian Bapak Camat menatap wajah Gotapi sambi berkata.

“Baiklah saya mengerti harus bagaimana, tetapi saya minta waktu untuk menyampaikan aspirasi ini kepada Bapak Walikota langsung!,” ucap Bapak Camat dengan tenang.

Kemudian Bapak Camat menatap para Pedagang Kaki Lima.

“Kepada Bapak–Bapak para pedagang, saya minta maaf yang sebesar-besarnya atas segala kesalahan dan kehilafan. Saya selaku Camat dikota ini di waktu-waktu yang akan datang, akan mengkonsultasikan terlebih dahulu kebijakan-kebijakan yang akan Pemerintah Derah keluarkan kepada masyarakat khususnya masyarakat kecil. Terus terang saya sangat menyesal atas perbuatan yang selama ini Pemerintah lakukan, dan itu menyengsarakan rakyat!,” ucap Bapak Camat menyesal.

Semua yang hadir disitu pun menerima dengan la-pang dada, atas pernyataan yang diungkapkan Bapak Camat. Karena hakekatnya manusia itu selalu berbuat kesalahan, tetapi yang paling penting dari itu semua adalah bagaimana manusia itu mau mengakui kesalahannya.

“Yakinlah Pak…, kalau Bapak Camat mendengarkan dan menolong masyarakat kecil. Niscaya Bapak akan mendapatkan pahala yang sangat besar di sisi Tuhan yang Maha Esa dan kebahagiaan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata–kata, tidak pula dapat di beli oleh seluruh harta kekayaan yang ada di dunia ini. Tidak percaya silahkan buktikan sendiri!,” ucap Gotapi dengan nada yang sangat lembut dan mengharukan.

Akhirnya pembicaraan pun selesai, dan Bapak Camat minta izin untuk kembali kekantornya bersama seluruh pasukan PolPP. Gotapi dan seluruh manusia yang hadir disitu mengakhiri perseteruan dengan bersalam–salaman, diantara dua belah pihak.

Dan dalam hitungan detik keadaan yang tadinya ramai dan berisik, tiba-tiba sepi kembali. tak ada suara tak ada bunyi, kecuali adukan kopi gratisnya kang Daud, Hadiah karena sudah berani berbicara pada Bapak Camat. Seakan-akan diri Gotapi baru keluar dari mimpi yang seram, sambil menghisap rokok matanya menerawang jauh!. Anak-anak tongkrongan Daud pun mulai memainkan gitar membawakan lagu-lagu sendu ala jalanan, itulah suasana warung kopi Gotapi sehari-harinya.

Angin pun bertiup sejuk sepoi-sepoi bersama lantunan suara adzan Ashar tanda Gotapi harus segera melaporkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa. Atas ucapan dan perbuatan yang baru saja ia perbuat.

“Alhamdulillah Ya Allah..., Engkau telah menyelesaikan masalah ini...!,” ucap batin Gotapi berlirih.

Lalu sambil berjalan lurus menuju Masjid.

No comments: