Resolusi Kesejahteraan Rakyat
Masyarakat Indonesia saat ini di penuhi oleh gejolak pemikiran yang sangat bervariasi dan bermacam-macam..., terkadang kita bingung di antara jutaan pemikiran manusia di Negeri ini...pikiran mana yang bagus dan dapat kita ambil sebagai sebuah acuan atau pedoman dalam hidup kita. Gotapi punya tips-tips simple dalam memahami fenomena-fenomena seperti itu..., pertama kalau anda membaca atau mendengar pemikiran-pemikiran tersebut..., lihat dulu secara empiris atau kenyataan. Apakah pemikiran mereka sesuai dengan ke-nyataan di lapangan (Maksudnya antara teori yang diungkapkan dengan praktek yang dilaksanakan), atau justru bertolak belakang (Antara teori dan prakteknya). Dan apabila bertolak belakang lebih baik lupakan saja.
Yang kedua, apakah mereka mengeluarkan ide atau pemikiran tersebut..., contoh atau tindakan dan perbuatan dalam kehidupan sehari-harinya sesuai dengan apa yang ia katakan atau justru sebaliknya (Ucapan dan tindakannya berbeda). Contoh kecil saja..., misalnya ada orang yang dalam pemikiranya membela rakyat kecil, orang miskin...bahkan mensejahterakan rakyat. Tetapi dalam kehidupan sehari-harinya ia sangat sering berfoya-foya..., sangat cinta akan uang dan harta..., kehidupannya megah dan mewah..., dan apabila ada pengemis atau orang miskin yang datang kerumahnya...untuk meminta sesuap nasi. Mereka bukannya membantu dan menolong agar pengemis tersebut dapat keluar dari kemiskinan, misalnya memberi modal buat usaha..., tetapi justru di usir, di maki-maki bahkan berbohong dengan mengatakan “Saya tidak punya uang!,” saya kira orang seperti ini ucapanya lebh baik tidak usah di dengarkan. Dan contoh-contoh lain...yang kita temukan bertolak belakang antara teori dan praktek , atau antara ucapan dan tindakan.
Dengarlah..., ucapan atau pemikiran orang-orang yang dalam kenyataannya...memang sudah dapat dilaksanakan, bukan sebaliknya. Juga pastikan ucapan itu sesu-ai dan terimplementasikan dalam kehidupan sehari-harinya. Kenapa...?, karena banyak orang-orang di Indonesia ini menggunakan cara-cara destruktif atau menipu. Pada awalnya ucapannya setinggi langit memuji dan membela rakyat, tetapi akhirnya...tetap menjadi budak-budak uang dan kekuasaan. karena itu Bangsa kita baru akan bangkit apabila tujuan hidup para pejabat dan rakyatnya bukan Uang, Kekuasaan dan Wanita. Tetapi tujuan mereka adalah keadilan, kesejahteraan dan kebenaran Ilahi, dan itulah hal-hal yang selalu ingin di sampaikan Gotapi di dalam setiap teriakan-teriakannya terhadap Penguasa.
Karena menurut Gotapi manusia di Dunia ini...sudah banyak yang tidak memiliki Tuhan. Bukan mereka tidak berAgama atau Ateis. Mereka memiliki Agama seperti Islam, Kristen, Hindu, atau Agama-agama lain..., tetapi mereka lupa pada Tuhannya...Tuhan yang maha Esa, yang menguasai seluruh Langit dan Bumi. Yang mereka sembah saat ini hanyalah tiga berhala..., yang banyak di jadikan sesembahan umat manusia di Dunia sekarang.
Berhala tersebut yang pertama. Adalah berhala kekuasaan..., banyak sekali manusia di dunia ini yang menjadikan kekuasaan sebagai berhala, bahkan bisa di sebut Tuhan mereka. Mereka menjadikan kekuasaan sebagai tujuan hidupnya, misalnya ingin menguasai Dunia, Negara dan lain-lain. Untuk menjadi Presiden seseorang rela menggunakan berbagai macam cara..., entah cara itu baik atau buruk, berdosa tau tidak, menyengsarakan orang atau tidak..., yang penting jabatan Presiden harus mereka dapatkan, walaupun harus menipu, membunuh, memfitnah. Mereka lupa pada Tuhannya..., larangan-larangan Agama..., yang ada dalam hatinya cuma satu yaitu bagaimana kekuasaan tersebut bisa mereka dapatkan. Dan orang-orang seperti ini bisa di sebut golongan penyembah “Berhala Kekuasaan”.
Berhala yang kedua. Adalah berhala Uang..., banyak orang di dunia ini yang tergila-gila terhadap uang..., uang adalah segala-galanya bagi mereka. Dengan uang seo-rang manusia dapat bersujud dan menyembah-nyembah, hanya karena uang seorang manusia rela melakukan apapun. Walaupun yang dia lakukan itu bertentangan dengan perintah dan larangan Tuhan. Yang ada dalam hatinya adalah uang, dan tujuan hidupnya hanyalah uang semata. Mereka-mereka ini bisa disebut golongan penyembah “Berhala Uang”. Berhala yang ketiga adalah berhala Wanita..., banyak orang yang saat ini yang menyembah-nyembah pada Wanita (Pornografi, “Cinta” atau Seksualitas), hal itu bisa terjadi apabila ia menempatkan Wanita tersebut diatas Tuhannya. Dengan mengatakan “Aku tidak Bisa hidup hidup dan akan mati tanpa mu!” atau “Aku tidak bisa melupakan diri mu setiap detik dan setiap saat!” sedangkan Tuhannya tidak pernah ia ingat, dilupakan dan tidak di Perdulikan sama sekali. Sedangkan Tuhannya... telah menciptakan dan memberinya rezeki serta kasih sayang yang abadi dan sejati...masa di cuekin. Golongan seperti bisa di kategorikan sebagai penyembah “Berhala Wanita”.
Kesimpulannya Kekuasaan, Uang dan Wanita (pornografi atau cinta) ...saat ini telah menjadi berhala di Dunia..., yang popularitasnya menyaingi Tuhan. Dan menurut Gotapi tiga berhala ini lebih berbahaya dari berhala-berhala lain yang tersebar di Dunia ini. Manusia saat ini banyak terlena oleh tiga hal tersebut, karena itu jangan pernah sekali-kali kita hanya bisa memaki-maki para Penguasa di Negeri ini...! Kalau seandainya kita berada pada posisi seperti mereka...?, kita masih akan melakukan hal yang sama. Sebab saat ini kita masih menjadikan Uang, Kekuasaan dan Wanita sebagai tujuan hidup kita...?! bukan sebagai alat untuk mencapai kehendak Sang Pencipta. Bagi Gotapi kira hal-hal simple seperti ini lah yang perlu kita pahami dan renungi kembali...agar segala tindakan dan pergerakan kita tidak salah kaprah.
Dan pergerakan Gotapi dan anak-anak tongkrongan Daud pun tidak lepas dari hal-hal di atas..., mungkin itu suatu cobaan bagi mereka. Apakah hati mereka benar-benar tulus dan lurus di dalam memperjuangkan keadilan, kesejahteraan dan keadilan.
Sesuai pepatah semakin tinggi suatu pohon maka anginnya akan semakin kencang. Begitu pun keadaan anak tongkrongan Daud saat itu..., setelah berhasil mempecundangi para Penguasa yang mencoba berbuat sewenang-wenang pada rakyatnya. Tongkrongan Daud menjadi terkenal bukan hanya di kalangan masyarakat tetapi juga di kalangan Pejabat, LSM, Perss bahkan BEM-BEM kampus di Kotanya.
Kali ini segala tindakan anak tongkrongan Daud pasti di sorot oleh media, padahal mereka hanyalah segelintir orang yang suka nongkrong di warung kopi..., kerjaannya mungkin cuma ngerokok, ngopi, ngegitar, ngegodain cewek-cewek lewat, dan secara penampilan mereka sangat jauh di bandingkan para mahasiswa yang aktif di BEM sekalipun.
Mereka hanya orang-orang yang sederhana...tidak suka menyombongkan diri..., tetapi sangat peka apabila di sekelilingnya tercium bau-bau ketidakadilan dan kesewenang-wenangan, baik yang di lakukan oleh orang-orang biasa atau pun orang-orang sekaliber Pejabat Pemerintahan.
Dan kehidupan anak-anak tongkrongan Daud...tidak terlepas dari dua hal yaitu Rakyat atau Penguasa. Mungkin udah nasib mereka berada di jalan seperti itu, seperti hari ini ada berita besar di warung kang Daud. Mungkin bisa di bilang suatu kehormatan untuk anak-anak tongkrongan Daud...dan tidak akan pernah terjadi pada anak-anak tongkrongan lain, berita ini tidak pernah di sangka-sangka oleh mereka. Beritanya yaitu seluruh anak tongkrongan Daud di undang untuk perjamuan makan malam di rumah Bapak Walikota bersama para anggota DPRD, tokoh-tokoh Masyarakat dan tokoh-tokoh penting lain yang ada di Undangan ini beneran!,” tanya Gotapi tidak percaya.
“Loe gak percaya...lihat aja tulisannya tuh...?, Kepada Perkumpulan Warung Daud!,” ucap Achongs meyakinkan membaca undangan.
“Tongkrongan Daud hebat juga...bisa mendapat kehormatan kayak gini!,” ucap Ferly sambil meminum kopi hangat.
“Bener Fer...tetapi bagi gua ini justru berlebihan!,” komentar Gotapi sambil mengepulkan asap rokoknya.
“Mungkin hal ini bisa terjadi karena prestasi kita yang cuma segelintir orang..., mampu membuat keki presiden. Dan hal ini cukup menggoncangkan Pemerintah, sebab ini di liput oleh media cetak maupun elektronik dan hampir menjadi berita Nasional.” Ucap Jawax menjelaskan kronologis klausal anak tongkrongan Daud.
“Mungkin juga!,” jawab Gotapi sambil mengisap rokoknya.
“Mungkin mereka ingin melihat tampang-tampang kita yang cakep, ganteng, imut, manis dan mempesona. Atau Bapak Walikota mencoba bermain lembut pada kita sehingga dengan kekuasaan dan uangnya dia mencoba menundukan kita!,” ucap Achongs dengan bahasa yang sangat diplomatis.
“Bisa!,” ucap Gotapi sambil ngebuang puntung rokok.
Achongs pun jelas sewot dan ngambek melihat jawaban Gotapi yang ngebetein itu.
“Bisa...Mungkin..., elo males banget sih ngejawab pertanyaan gua. Padahal gua udah mati-matian ngejelasin ini..., eh elo malah ngejawabnya begitu!. Teman-teman kayaknya Gotapi lagi butuh refresing...kita gebukin yuk...!,” ucap Achongs memprovokasi anak-anak.
“Bener juga Chongs...kita udah lama enggak ngegebukin orang..., biasanya gua terus yang kena. Sekali-kali Gotapi harus kena dong!,” ucap Kojay yang amat sangat senang dengan usulan Achongs tersebut.
Dan saat itu juga seluruh anak tongkrongan Daud mulai mengelilingi dan mendekati Gotapi.
Gotapi yang melihat reaksi anak-anak...mulai merasa khawatir.
“Ngegebukin..., iiih...sadis banget!,” ucap Gotapi yang hatinya mulai ragu...akan terjadi hal-hal yang eng-ak enak.
Tanpa pikir panjang...anak-anak tongkrongan Daud langsung ngerubutin, menyerang, memukul, dan ngegebukin Gotapi. Tetapi pukulannya pukulan sayang..., tidak terlalu kencang...tetapi tidak juga terlalu lembut, maksudnya sedang-sedang saja!.
Dan Gotapi pun hanya bisa menangkis dan pasrah, melihat dirinya di kerumuni teman-temannya yang sedang menikmati tubuhnya untuk di pukuli.
Dan setelah tiga puluh detik...maka acara pun selesai, anak-anak kembali ketempatnya masing-masing. Gotapi hanya bisa menggerak-gerakan otot tubuhnya yang kaku..., akibat dipukuli oleh teman-temannya.
“Gimana enak gak dipijitin sama kita-kita!,” tanya Achongs sambil hatinya tertawa puas.
“Yah lumayan lah...dari pada nyari tukang pijit keluar duit..., mendingan cari yang gratisan!,” jawab Gotapi sedikit sewot. Tetapi lumayan bikin otaknya seger kembali...yang tadinya ruwet karena capek di pakai mikir terus.
Dan anehnya setelah di pukulin otak Gotapi langsung encer.
“Jadi gini teman-teman!,” ucap Gotapi.
“Untuk masalah undangan Pak Walikota tersebut..., kita tidak perlu takut atau khawatir. Justru ini merupakan kesempatan untuk mengoreksi mereka..., kita harus tunjukkan bahwa kita...bukan hanya bisa teriak dan memaki-maki...tetapi kita juga punya solusi. Kita mempunyai suatu pemikiran yang tidak kalah hebat di bandingkan para anggata DPR, walaupun kita cuma bisa nongkrong di warung kopi...bukan berarti kualitas pemikiran kita kualitas warung kopi. Kita buktikan bahwa kualitas pemikiran kita adalah kualitas Restoran berbintang Setuju!,” sahut Gotapi mengeluarkan idenya.
Tetapi anak-anak tongkrongan Daud hanya bisa memandangi, diam dan tersenyum...melihat kelakuan Gotapi.
“Tuh...kalau udah refresing..., otaknya jadi encer lagi. Ternyata pukulan kita mujarab juga sebagai obat...untuk orang-orang yang fikirannya lagi Heng!,” ucap Achongs bahagia.
“Sialan loe ...!,” ucap Gotapi sewot.
“Jadi gimana menurut loe?,” tanya Gotapi lagi.
“Bagus juga...gua setuju!,” ucap Ferly.
“Kalau gitu kenapa tidak kita diskusikan saja..., kira-kira apa sih yang pantas kita bicarakan...pada Bapak Walikota di dalam perjamuan nanti malam!,” ucap Ferly mengusulkan idenya.
“Boleh juga!,” ucap Kubil yang jarang bersuara itu.
Akhirnya Achongs, Jawax, Ferly, Deni, Kubil, Menyengs, Kojay, dan Gotapi...berdiskusi untuk membicarakan tentang suatu hal yang pantas di amanatkan dan di berikan kepada Bapak Walikota..., supaya ia dapat memahami dan mengetahui tindakan apa yang pantas dan harus di lakukan untuk rakyat.
***
Langit yang terang pun berubah menjadi gelap. Cahaya Bulan menyinari seluruh isi Dunia. Bintang pun mengeluarkan kelap-kelip cahayanya yang indah, awan berputar, angin berhembus...mendinginkan suasana Kota yang telah terpanggang oleh Matahari.
Malam yang indah itu membuat Kojay tak tahan lagi untuk mengeluarkan isi hatinya..., dalam bentuk sebuah puisi.
“BULAN Karya...Gua!,” ucap Kojay di pinggir jalan sambil menunggu angkot lewat.
Kemudian Kojay pun memulai bait-bait puisinya.
“Bulan bersinar lagi tanda semua kan kembali.
Langit menari semu tanda semua kan berlari.
Jalan mulai gelap lampu-lampu mulai bersinar.
Tanda malam telah tiba.
Malam gelap gulita.
Kau sikapi dengan tepisan sinar bulan mu.
Langit gelap menggelapkan diri ku.
Kau sinari dengan indah sinar mu.
Kau tahu wahai bulan...Apa yang ada dalam pikiran hati ku saat ini...?.
Tahu kah kau... Apa yang melayang...
Didalam samudra hayal ku dan angan ku saat ini...?.
Oohh... Kau tahu bulan...!,” ucap Kojay bagaikan seorang pujangga terkenal..., ia bergaya secara profesional di pinggir jalan. Tempat anak-anak sedang mencari angkot yang sepi-sepi aja malam itu.
Achongs yang sebel ngelihat tingkah Kojay...yang kira-kira otaknya mulai konslet, dan sudah melakukan gerakan-gerakan yang atraktif. Akhirnya langsung bicara.
“Gua tahu!,” ucap Achogs singkat.
“Siapa...?!,” balas Kojay Penasaran.
“Pasti cewek...!,” jawab Achongs dengan yakin.
“Kok loe...bisa tau sih..., jangan-jangan loe bisa baca pikiran gua!,” ucap Kojay yang melihat tebakan Achongs yang tepat 100%.
“Alaah..., jalan pikiran play boy kayak loe...udah kebaca. Kalau gak mikirin cewek pasti...gak punya duit!,” ucap Achongs dengan yakin dan meyakinkan.
Anak-anak pun pada ketawa...ngedenger komentar Achongs tersebut.
“Sialan loe..., tetapi gak sepenuhnya bener. Makanya degerin dulu lanjutan puisinya!,” ucap Kojay sedikit sewot.
Kemudian dia mencoba melanjutkan puisinya.
“Dia adalah sesosok bidadari dambaan hati ku.
Sesosok gambaran wanita...Yang kurindukan dan kurasakan...?!.
Mungkinkah ku dapat bersamanya...?,” ungkap Kojay.
“Tidak...!,” jawab seluruh anak tongkrongan Daud.
“Mungkinkah ku dapat menjadi bagian dari jiwanya...?,” ucap Kojay lagi.
“Enggak mungkin...!,” jawab seluruh tongkrongan Daud.
“Mungkinkah ku dapat menjadi anugrah baginya...?,” ucap Kojay lagi.
“Jangan mimpi...!,” jawab serentak seluruh tongkrongan Daud.
“Mungkinkah dia dapat menjadi bidadari surga ku nanti...?!,” ucap Kojay lagi gak punya malu.
“Banyak dosa...!,” jawab seluruh anak tongkrongan Daud.
“Kalau di neraka mungkin Jay...!,” celetuk Achongs.
“Mungkinkah dia dapat menjadi pendamping hidup ku...?,” ucap Kojay lagi.
Tetapi kali ini enggak ada yang jawab..., Kojay pun jadi kebingungan.
“Hey jawab dong?!,” tanya Kojay.
Tetapi anak tongkrongan Daud tetap diam. Dan ketika Kojay menoleh mencari mereka..., ternyata seluruh anak tongkrongan Daud udah ada di dalam angkot.
Supir angkot pun...nanya kepada Achongs.
“Dik...itu temannya enggak naik!,” tanya Supir.
“Temen..., oh maaf Bang saya gak kenal dengan orang itu...dia bukan teman saya!,” jawab Achongs pada Supir dengan jelas dan keras.
“Mungkin temen loe Jaw..., ayo ngaku...!,” tanya Achongs pada Jawax.
“Enak aja loe...masa temen gua orang gila..., sorry gua gak kenal!,” jawab Jawax tidak terima.
“Mungkin di dalam angkot ini ada yang kenal dia...?,” tanya Achongs sambil menunjuk pada muka Kojay.
“Enggak...!,” jawab orang di dalam angkot... menggelengkan kepala.
Kojay yang melihat kejadian itu langsung ngamuk-ngamuk sambil masuk ke dalam angkot!.
“Sialan...Kurang ajar...loe!,” ucap Kojay marah. Dan seperti biasa kalau Kojay marah suka mengucapkan daftar nama-nama penghuni kebun binatang.
“Kucing, Kerbau, Sapi, Kecoa, Jerapah, Gajah, Kudanil, Beruang, bebek, Ayam, Tikus, Monyet, Laler, Elang, Gagak, Merpati, Kaswari, Ikan Sepat, Ikan Bandeng, Ikan Teri, Ikan Lele, Ikan Bujaer, Ikan Gurame...pokoknya seluruh binatang yang ada dilaut, didarat dan diudara. Semuanya saudara loe...!!!,” sahut Kojay yang ngamuk pada anak-anak.
Dan anak tongkrongan Daud yang melihat kelakuan Kojay tersebut... bukannya marah-marah, tetapi malah tepuk tangan.
“Gua gak sangka Jay..., ternyata pengetahuan loe tentang flora dan fauna cukup luas. Jangan-jangan loe saudara mereka-mereka semua!,” ucap Achongs sambil tertawa senang.
“Diem...Loe!,” jawab Kojay sewot.
Dan anak-anak malah ketawa terbahak-bahak meli-hat tingkah Kojay tersebut.
Begitulah anak tongkrongan Daud kalau becanda... suka kelewatan. Walau begitu mereka becanda tanpa memakai perasaan..., jadi tidak perlu harus ada yang tersinggung. Padahal mereka akan bertemu dengan Bapak Walikota...tetapi tidak ada expresi yang menandakan ketegangan, justru mereka amat santai, bahagia dan masih sempat becanda di dalam angkot.
***
Derungan angkot berhenti di sebuah rumah mewah, diantara gelap malam yang gulita...beberapa sosok wajah pun keluar dari pintu angkot. Sorot mata yang menyengat mampu meleburkan segala kesombongan dan kesewenang-wenangan. diantara kelap-kelip lampu kota mereka dengan gagah berjalan menuju kawasan yang di janjikan simbol kehebatan dan kekuasaan di kota itu.
Angin pun bertiup terasa sejuk malam itu. Daun-daun pun menari diantara gemericik nyanyian alam yang tak tergantikan. Suasana malam itu menambah kepercayaan diri Gotapi dan kawan-kawannya untuk memasuki kediaman Bapak Walikota...yang mengundang mereka perjamuan makan malam.
Gotapi pun memberanikan diri untuk menekan bel rumah mewah tersebut..., dan sesosok laki-laki berpakaian satpam pun keluar...kemudian menghampiri anak-anak tongkrongan Daud yang berpakaiaan seadanya.
“Maaf...adik-adik ini mencari siapa yah..., ini rumah Bapak Walikota. Kalau mau minta sumbangan jangan kesini...mending cari tempat lain, soalnya Bapak lagi ada pertemuan penting!,” ucap Satpam nyerocos.
“Mm...maaf Pak Satpam..., kami kesini bukan mau minta sumbangan atau semacamnya. Kami kesini karena diundang Bapak Walikota untuk perjamuan makan malam..., ini undangannya....kalau gak percaya lihat aja!,” ucap Gotapi yang sebel di tuduh mau minta sumbangan.
“Ah masa sih..., coba sini undangannya biar saya tanya dulu sama ajudan Walikota!,” ucap Satpam terheran-heran, sambil langsung berlari kearah seseorang yang sedang berdiri di depan pintu masuk.
Kemudian setelah mereka berbincang-bincang..., Satpam pun kembali menuju anak tongkrongan Daud sambil berkata.
“Ternyata undangannya benar..., mari silahkan masuk...Bapak Walikota sudah menunggu!,” ucap Satpam jadi ramah.
“Makanya jadi orang jangan lihat penampilan aja!,” sahut Achongs sewot.
“Gimana orang gak percaya..orang yang datang dari tadi para tokoh Masyarakat, Budayawan, Cendikiawan... yang pada bermobil. Eh ini...Cuma sekelompok anak muda yang mukanya kelihatan sering kepanggang Matahari!,” ucap Satpam gak mau kalah.
“Kita memang sering kepanggang sinar Matahari..., tetapi hati kita tidak sehitam Bos lo...!,” balas Achongs ngeles.
Satpam pun hanya diam kebingungan...ngedenger ucapan Achongs, maklum soalnya si Achongs menggunakan cungur dewa tingkat 3.
Kemudian anak-anak tongkrongan Daud berjalan menuju pintu masuk..., di sana mereka di tuntun oleh ajudan Walikota. Ketika mereka memasuki ruangan depan...anak-anak tongkrongan Daud sangat terkejut melihat kemewahan interior dan arsitektur rumah tersebut.
“Gila...ini rumah apa istana, Megah banget!,” komentar Jawax keget.
“Kira-kira berapa banyak yah...pajak rakyat yang di keluarkan untuk membangun rumah sebesar in!,” balas Ferly yang gak kalah terkejut dan kecewa.
“Yang jelas cukup untuk membangkitkan perekonomian masyarakat Bojong Kenyot dari kemiskinan!,” sanggah Achongs kritis.
“Waduh-waduh...kira-kira guci ini harganya berapa yah...?!,” ucap Kojay cambil menyentuh sebuah guci Cina yang antik.
“Mm...kira-kira cukup untuk biaya kuliah loe sampai Wisuda!,” jawab Achongs sebel...yang melihat Pemerintah bermewah-mewah..., sedangkan rakyat mulai mati kelaparan.
“Coba...kita pikir apa sih gunanya semua harta ini, toh semua ini..tidak akan di bawa mati. Dan harta ini juga tidak akan meringankan hukuman di akhirat nanti... malah sebaliknya menciptakan kesombongan, berbangga-bangga, dan melupakan Tuhan. Terlalu cinta Dunia...dan yang pasti mereka tidak mempunyai kepedulian terhadap penderitaan dan kesedihan orang-orang disekitarnya!,” ucap Gotapi menyadarkan.
“Jadi bisa dibilang...Pak Walikota ini termasuk orang yang sombong..., dan tidak perduli kepada orang lain!,” ucap Deni menyimpulkan.
“Yah kalau kita lihat dari kehidupan sehari-hari-nya...kurang lebih begitulah. Tapi kita harus mengumpulkan bukti-bukti lain yang menunjang sebelum meng-laim hal tersebut!,” jawab Gotapi mencoba menjelaskan pada Deni.
Disela-sela pembicaraan mereka..., Ajudan Walikota pun mempersilahkan mereka untuk masuk kedalam sebuah ruangan.
Kemudian anak-anak pun mulia masuk ruangan itu satu-persatu, disana telah ada Bapak Walikota, Wakilnya, Anggota DPRD, dan beberapa tokoh Masyarakat, Budayawan dan Cendikiawan. Anak-anak pun langsung bersalaman dengan mereka.
“Akhirnya kalian datang juga...kami telah menunggu dari tadi. Terima kasih kalian udah mau memenuhi undangan kami!,” ucap Bapak Walikota dengan sopan.
“Sebenarnya ini merupakan suatu kehormatan bagi kami untuk bisa hadir...dalam perjamuan malam ini!,” jawab Gotapi tenang.
“Jangan sungkan...kalian memang pantas. Gimana apa kalian tidak tersesat dalam perjalanan!,” tanya Bapak Walikota pada anak-anak.
“Kalau dari rumah kami menuju depan rumah Bapak sih tidak masalah..., tetapi dari rumah Bapak menuju ruangan ini. Apabila Ajudan anda tidak tidak mengantarkan...kami yakin pasti kami tersesat!,” jawab Achongs spontan.
“Oh...memangnya kenapa!,” balas Bapak Walikota.
“Karena rumah Bapak terlalu Besar, Luas, dan Mewah. Jauh berbeda...dengan rumah-rumah disekitar kawasan nongkrong kami..., sangat kecil, kotor, dan kumuh. Hingga kami merasa sangat awam dengan suasana seperti ini, bahkan kami merasa berada di dalam sebuah alam atau dimensi lain, sehingga kami merasa berada di sebuah tempat yang sangat bertolak belakang dari reaitas hidup yang biasa kami lihat dan kami rasakan!,” ucap Achongs mengeluarkan cungur dewa tingkat 4.
Mendengar ucapan Achongs itu Gotapi langsung menambahkan.
“Betul..., bahkan setelah berada di rumah ini cakrawala berfikir kami mendapat pencerahan. Kami baru merasa sadar dan wajar tentang suatu hal?!,” ucap Gotapi dengan tenang dan berwibawa.
“Wajar...apa itu?!,” ucap Pak Walikota penasaran.
“Kami baru merasa wajar kenapa kebijaksanaan Bapak selaku Pemerintah...selalu bertentangan bahkan bertolak belakang dengan hati nurani rakyat. Sebab tabiat jelek manusia itu selalu mengukur sesuatu atau orang lain...dengan ukuran “diri sendiri”…!, kalimat “diri sendiri” dalam konteks kehidupan Bapak Walikota adalah kebahagiaan, kekayaan dan kemewahan hidup yang Bapak jalani..., sehingga hal itu menjadi dasar Bapak untuk mengukur setiap kebijakan yang di keluarkan oleh Pemerintah!,” ucap Gotapi sangat meyakinkan.
“Maksudnya...?,” tanya Bapak Walikota masih belum paham.
Gotapi pun mencoba menjelaskan lebih rinci.
“Maksudnya...ketika Bapak melakukan sebuah kebijakan-kebijakan di dalam praktek politik Pemerintahan Daerah. Semua kebijakan itu dilaksanakan berdasarkan kepentingan diri sendiri dari pada kepentingan untuk mensejahterakan rakyat. Sebab ketika Bapak membuat kebijakan hati Bapak tidak merasakan penderitaan dan kesusahan hati rakyat. Sebab yang Bapak rasakan dalam hati hanyalah kesenangan, kebahagiaan, dan kehidupan mewah yang Bapak jalani sekarang ini..., semua itu telah membuat Bapak terlena dan melupakan segala tugas serta kewajiban Bapak untuk mensejahterakan rakyat. Sehingga yang selalu ada dalam fikiran Bapak hanyalah...bagaimana saya dapat mengumpulkan harta dan kekayaan yang sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat...?! yaitu sekitar lima tahun. Akibatnya kebijakan-kebijakan Pemerintah hanyalah bentuk-bentuk kesewenang-wenangan dan ketidakadilan kepada rakyat..., dan ini yang tidak Bapak sadari...ketika kekayaan dan diri sendiri lah yang selalu menjadi kepentingan utama dan menjadi tujuan dalam fikiran Bapak!,” ucap Gotapi dengan jelas membuat seluruh undangan yang berada di situ diam dan merenung.
Belum apa-apa kesadaran hati para pejabat dan tokoh-tokoh masyarakat...udah di obok-obok oleh gerombolan tongkrongan Daud sang pembela keadilan dan kebenaran.
Tetapi di sela-sela perenungan sesat (Sesuka hati dan setiap saat) itu..., dan hati bapak Walikota yang jadi keki. Akhirnya Bapak Wali memberanikan diri untuk berucap.
“Nah sebenarnya...hal-hal seperti inilah yang saya butuhkan. Jadi sebelum pembicaraan kita mengarah pada hal-hal yang lebih serius lagi..., mending kita makan dulu...supaya nanti ngobrolnya lebih enak dan serius. Mari...para anggota perkumpulan warung kang Daud, dan Bapak-bapak silahkan menyantap hidangan yang kami persiapkan ala kadarnya!,” ucap Bapak Walikota kepada seluruh undangan.
Lalu anak-anak tongkrongan Daud yang perutnya udah keroncongan... langsung menyerbu makanan yang berada di pojok ruangan. Makanan yang di hidangkan ala hotel berbintang itu langsung diserbu anak tongkrongan Daud yang memiliki julukan lain yaitu “Tim Sapu Jagat” yang mempunyai kebiasaan khusus dalam hal makan dan pola makan yaitu mendekorasi piringnya dengan dekorasi Gunung Salak...bahkan kadang-kadang suka berinovasi dengan dekorasi Piramida ala Mesir, pokoknya piringnya lancip banget deh!.
“Untung tadi sore kita gak makan yah...!,” ucap Jawax senang sambil mengambil nasinya ke piring yang kemudian ditata mirip gunung Salak Bogor.
Kemudian tindakan tersebut di ikuti oleh seluruh anak tongkrongan Daud yang lain.
Para
anggaota DPRD dan tokoh Masyarakat yang terkagum-kagum melihat anak tongkrongan Daud yang ngebuat keki Bapak Walikota...langsung termenung kebingungan melihat tingkah anak tongkrongan Daud yang tidak punya malu dalam mendemontrasikan potensi seni yang selalu terpendam dalam jiwa mereka...atau dengan kata lain “Bakat Alam”.
Dan setelah 30 menit berlalu...maka acara pembukaan pun selesai dengan sukses. Anak-anak tongkrongan Daud merasa sangat bahagia..., sebab mereka merasa berhasil balas dendam untuk rakyat...setelah mereka berhasil menghabiskan seluruh hidangan yang di sediakan Bapak Walikota.
Kemudian Bapak Walikota berkata pada anak-anak tongkrongan Daud.
“Gotapi...apakah kamu dan teman-teman kamu suka merokok dan ngopi!,” ucap Pak Walikota singkat.
“Wah...kalau itu yang di tanya Pak..., soalnya dua hal itulah kebiasaan kami disela-sela memikirkan nasib rakyat yang tidak pernah jelas nasibnya!,” ucap Gotapi spontan dan lugas.
“Baik kalau gitu..., pelayan tolong ambilkan delapan cangkir kopi dan rokoknya delapan Bungkus!,” ucap Pak Walikota pada seorang Pelayan di rumahnya.
Dan beberapa saat kemudian ..., anak tongkrongan Daud dan para undangan lainya sudah bersantai sambil minum kopi dan menghisap kenikmatan asap rokok. Suasana pun menjadi rileks dan santai.
Sambil mematikan acara TV yang dinyalakan sebe-umnya. Akhirnya Bapak Walikota pun memulai acara inti dari perjamuan malam dengan ucapan.
“Bapak–bapak dan saudara-saudara yang saya hormati..., maksud tujuan saya mengundang anda kesini... dikarenakan ada hal yang saya inginkan bicarakan dengan saudara–saudara. Sebab hal ini sangat mengganggu pikiran..., dan saya sama sekali tidak mampu menemukan jawabannya!,” ucap Bapak Walikota kepada para undangan.
“Hal apa itu...?!,” tanya Gotapi penasaran.
Kemudian Bapak Walikota mencoba menjelaskan kembali.
“Beberapa bulan ini...Pemerintah mendapat banyak tekanan dan teguran dari masyarakat, terutama perss yang selalu mempropagandakan bahwa Pemerintah tidak adil..., tidak berpihak pada rakyat..., tidak mampu men-ejahterakan rakyat..., dan selau KKN. Katanya para Konglomerat selalu dirangkul dan di bela sedangkan rakyat malah di injek-injek..., dan banyak lagi ucapan-ucapan yang sangat mengecewakan bagi saya. Terus terang opini publik ini membuat mau tidak mau Pemerintah harus mengakui kesalahannya!,” ucap Bapak Walikota panjang lebar.
Tatapan mata Bapak Walikota mulai mengarah kepada gerombolan tongkrongan Daud.
“Pertemuan awal kita tadi...saya mendapat kritik yang cukup keras dari saudara Gotapi. Tetapi memang kritik-kritik para Tongkrongan Daud cukup menyentuh dan sesuai aturan main..., dari kritik-kritik yang banyak saya dengar dari berbagai kalangan dan golongan selama ini...hanya kritik mereka lah yang mampu menumbuhkan kesadaran dalam hati saya, karena itu malam ini mereka saya undang, karena saya menganggap mereka dapat memberikan solusi-solusi yang mudah-mudahan dapat memperbaiki Pemerintahan saat ini. Mudah-mudahan!.
Kesimpulannya...malam ini saya ingin menyatakan kepada saudara-saudara sekalian...bagaimana cara nya mensejahterakan rakyat di kota ini, konsep apa yang saudara-saudara punyai di dalam mensejahterakan rakyat. Saya ingin mengetahui dan mendengar pemikiran-pemikiran saudara di dalam mensejahterakan rakyat..., karena terus terang saya tidak berhasil menemukan jawabannya.
Silahkan Bapak-Bapak tokoh rakyat...saya ingin mendengar!,” akhir ucapan Bapak Walikota menjelaskan kronologis...kesusahan yang dialami Bapak Walikota.
Dan setelah ucapan Bapak Walikota tersebut...satu-persatu para tokoh Masyarakat, Budayawan, dan Cendikiawan mengeluarkan pemikiran–pemikiran tentang cara agar Pemerintah dapat mensejahterakan kehidupan rakyat.
Setelah Gotapi mendengarkan beberapa pemaparan para tokoh...konsep-konsep yang mereka keluarkan amat sangat subjektive, normatif, dan terlalu banyak retorika serta teori. Yang apabila di analisis sangat tidak menyentuh subtansi masalah kesejahteraan. ada yang ingin merubah sistem, ada yang menyalahkan kultur masyarakat, bahkan ada yang membela Pemerintahan.
Melihat masukan para tokoh-tokoh rakyat yang berbobot dan cenderung melihat sesuatu hanya dari satu sisi saja. Para tongkrongan Daud langsung berkumpul untuk mendiskusikan kembali apa yang harus mereka ucapkan agar Pemerintah sadar dan mau berubah atas kesalahan yang mereka perbuat. Masing-masing anggota tongkrongan Daud menuliskan tuntutan-tuntutan untuk mensejahterakan rakyat, kemudian setelah tuntutan-tuntutan mereka digabungkan maka jadilah sebuah “Resolusi Kesejahteraan Rakyat”.
Akhirnya tibalah saatnya..., Bapak Walikota mempersilahkan gerombolan warung Daud untuk berbicara.
“Silahkan para anggota perkumpulan warung Daud... untuk bicara. Sebab kalian semua pernah terlibat langsung dan merasakan sengsaranya membela kehidupan rakyat!,” ucap Bapak Walikota berharap.
Kemudian Gotapi pun menjadi juru bicara dari gerombolan tongkrongan Daud.
“Pertama-tama saya ucapkan terima kasih atas kehormatan dan kesempatan yang Bapak berikan..., setelah kami berdiskusi tentang hal yang Bapak Walikota tanyakan. Kami sepakat untuk menggabungkan pendapat kami di dalam sebuah tulisan yang berisikan poin-poin penting untuk mensejahterakan kehidupan rakyat. Kami akan memberikan kertas ini...sebagai sebuah resolusi dari rakyat untuk Pemerintah.
Sebelumnya saya ingin menjelaskan. “Resolusi Kesejahteraan rakyat“ ini berisikan point-point penting..., yang merupakan sebuah pondasi dasar di dalam mensejahterakan rakyat. Ibarat sebuah rumah tanpa pondasi maka rumah itu akan rubuh, atau sebuah pohon tanpa akar...maka pohon tersebut akan jatuh dan tak mampu berdiri kokoh.
Begitu pun kesejahteraan rakyat...takkan mampu berdiri kokoh
tampa
pondasi dasar..., dan hal-hal tersebut akan kami paparkan. Sehebat apapun konsep-konsep di dalam mensejahterakan rakyat...tak akan berhasil tanpa sebuah pondasi dasar kesejahteraan rakyat yang kuat, isi resolusi tersebut adalah.
Pertama..., dalam menata sebuah kesejahteraan... Pemerintah harus mampu berbuat “Adil” kepada rakyat. Keadilan adalah kunci utama dalam sebuah Pemerintahan ...tanpa keadilan maka sebuah pondasi kesejahteraan rakyat tidak akan pernah akan pernah terwujudkan, sikap adil adalah bagaimana Pemerintah melakukan sebuah tindakan dan kebijakan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat semaksimal dan semampu Pemerintah. Pengertian adil sendiri adalah “Seimbang”, atau sesuai dengan kebutuhan rakyat dan bukan sama rata. Contoh kecil di dalam keluarga..., seorang adik yang baru sekolah SD dengan kakak yang sekolah SMU memiliki kebutuhan yang berbeda. Kalau kita akan berbuat adil pada mereka dengan menyamaratakan...uang jajan mereka berdua..., misalnya setiap orang mendapat Rp 2000 Rupiah. Amat sangat tidak adil bagi sang kakak yang SMU karena kebutuhannya lebih dari dua ribu rupiah, dan amat sangat tidak adil bagi sang adik karena kebutuhannya kurang dari Rp 2000 Rupiah, dan hal itu sangat berlebihan. Keadilan yang benar adalah adik mendapat Rp 1000 Rupiah...sedangkan kakak mendapat Rp 3000 rupiah..., itu baru keadilan (Seimbang).
Sedangkan konteks keadilan Pemerintah saat ini pada rakyatnya adalah..., bagaimana Pemerintah mampu bersikap seimbang antara “Hak Rakyat” dengan “Kewajiban Rakyat”. Sebab selama ini ketidakadilan yang di lakukan oleh Pemerintah selama ini adalah akibat dari tidak seimbangnya antara hak dan kewajiban bagi Pemerintah untuk rakyat..., di satu sisi rakyat diwajibkan untuk membayar Pajak..., mena’ati Hukum..., dan membela Negara. Tetapi di sisi lain...hak-hak rakyat yang tercantum dalam UUD’45 tidak ada satupun uang di penuhi baik oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah..., seperti Rakyat berhak atas pekerjaan..., Rakyat berhak atas kehidupan yang layak..., Rakyat berhak mendapat pe-ngajaran dan pendidikan...(Gratis), Rakyat berhak atas pelayanan kesehatan... (Gratis), Rakyat berhak atas kekayaan alam yang di pergunakan untuk kemakmuran rakyat..., dan Fakir miskin dan anak-anak terlantar di Negeri ini dipelihara oleh Negara.
Semua hak-hak rakyat tersebut akhirnya menjadi sebuah kebohongan bagi rakyat dan tidak ada buktinya..., boro-boro pekerjaan yang diberikan Pemerintah..., rakyat yang berusaha sendiri untuk berdagang saja (PKL) pada di usirin oleh Pemerintah. Lalu boro-boro rakyat mendapat kehidupan yang layak orang-orang yang tinggal di daerah kumuh dan kotor saja pada digusurin oleh Pemerintah. Kemudian boro-boro rakyat mendapat pendidikan dan kesehatan (Gratis)...orang biaya sekolah dan rumah sakit di Negeri ini saja amat sangat mahal. Apalagi fakir miskin dan anak-anak terlantar yang dipelihara oleh Negara..., apakah Pemerintah saat ini perduli pada mereka...malah Pemerintah membenci mereka dengan mengatakan mereka adalah “Sampah Masyarakat”.
Harusnya Pemerintah sadar keinginan rakyat di Negeri ini tidaklah berlebihan, mereka hanya meminta hak-haknya dipenuhi. Karena itu kebijakan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah harus seimbang antara hak-hak yang harus rakyat dapatkan dengan kewajiban yang harus rakyat laksanakan.
Kalau itu bisa dipenuhi oleh Pemerintah Insya Allah sebuah keadilan pun akan dirasakan oleh rakyat..., selain itu masih banyak keadilan–keadilan lain yang harus Pemerintah lakukan dalam konteks pemenuhan kebutuhan rakyat.
Bapak Walikota bersikap lebih mementingkan kesejahteraan rakyat dari pada kepentingan diri sendiri merupakan sebuah sikap yang adil kepada rakyat..., karena itu Bapak harus lebih introspeksi diri dan hati-hati di dalam melakukan setiap kebijakan yang akan di keluarkan oleh rakyat.
Resolusi yang kedua..., apabila Pemerintah ingin mensejahterakan kehidupan rakyat...Pemerintah harus menjadi “Suritauladan“ bagi Rakyat. Contoh dari para Pejabat Pemerintahan sangat penting...sebab apabila Pemerintah memiliki moral dan akhlak yang baik, maka rakyat pun akan senang dan bangga kepada Pemimpin mereka. Dan itu merupakan kebanggaan diri sendiri bagi rakyat yang mendambakan sesosok Pemimpin yang mengayomi dan memberikan ketenangan pada rakyatnya, ramah, senyuman, sederhana terutama di dalam kehidupan sehari-hari. Seperti bermewah-mewah, sombong, iri, hasut, dengki, dan sifat-sifat buruk lainnya yang tidak pantas di sandang oleh seorang pemimpin. Tetapi rendah hati, pemaaf, sabar, hidupnya sederhana, tidak suka berbangga-bangga, religeus , arif dan bijaksana.
Bukan saling menghina, memaki, menjatuhkan...yang menyebabkan konflik-konflik yang merugikan rakyat bahkan pertumpahan darah. Tetapi mereka membutuhkan para pemimpin yang mau mengakui kesalahan..., mau mengoreksi dirinya dan merubah...apabila ada tindakan–tindakan salah yang dilakukan oleh Pemerintah. Sebagai seorang manusia wajarlah apabila melakukan suatu perbuatan salah, tetapi yang terpenting bukan kesalahannya...tetapi apakah kita mau berubah dan mengakui kesalahan itu..., bukannya justru ngotot dengan kesalahannya atau malah mencari-cari alasan agar mendapat suatu pembenaran.
Resolusi yang ketiga..., untuk membangun pondasi kesejahteraan rakyat yang harus dilakukan Pemerintah berikutnya yaitu Pemerintah harus “Jujur” didalam setiap ucapan, tindakan, dan perbuatannya. Mengimplementasikan nilai-nilai kejujuran didalam Pemerintahan dari Pusat sampai Daerah hingga kelurahan...sangat penting dan akan menciptakan sebuah Pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Profesionalisme dalam bekerja..., APBD yang jelas, rinci, dan terbuka bagi publik..., tidak ada kebohongan dan penghianatan di dalam setiap Program, Kebijakan, dan Fungsi Administrasi...membuat Pemerintah akan memiliki kepercayaan dan legitimasi yang baik dari rakyat.
Dan itu akan membuat rakyat sejahtera..., karena tidak selalu merasa dibohongi dan di tipu oleh Pemerintah yang berkuasa. Pemerintah juga tidak menjual keb-jakan-kebijakannya kepada kelompok-kelompok konglomerat dan investor hanya karena sejumlah uang yang besar, yang berakibat rakyatnya menjadi korban dari kesewenang-wenangan kebijakannya. Administrasi yang panjang dan diperumit juga...merupakan masalah tersendiri bagi ketidakjujuran para aparatur Pemerintahan, harusnya tidak seperti itu...hanya karena ingin mendapatkan uang suap para aparat Pemerintahan sering memperumit proses Administrasi. Hingga konsekuensi dari orang-orang yang memberi uang suap atau istilahnya uang pelicin akan lebih mudah dan lancar didalam proses Administrasi...,Tetapi sebaliknya yang tidak menyuap akan dipersulit dan diperumit. Hal seperti ini sangat sering terjadi saat ini...bahkan telah menjadi budaya di dalam setiap aktivitas Pemerintah Pusat sampai Daerah hingga Kelurahan. Hal-hal yang seperti inilah yang harus di rubah oleh Pemerintah sehingga seluruh aparat Pemerintahan di Pusat sampai Daerah hingga Kelurahan dapat bersikap jujur dan profesional didalam menjalankan tugasnya hingga tidak ada lagi yang di sebut uang pelicin..., pungutan liar..., japuk (Jatah empuk) atau penipuan-penipuan lain di dalam administrasi. Seharusnya Birokrasi bukan memperumit dan menyusahkan rakyat di dalam berusaha..., tetapi harusnya mempermudah masyarakat didalam berusaha, perizinan, dan masalah-masalah administrasi lainnya. Sebab masalah-masalah administrasi lah..., yang sering dan langsung mengecewakan hati rakyat, dan hal itu di sebabkan oleh kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh Aparatur dan Pejabat Di Pemerintahan.
Kemudian Resolusi yang terakhir..., apabila Pemerintah ingin mensejahterakan rakyat...Pemerintah harus “Peka terhadap setiap kejadian dan keadaan yang di alami oleh rakyat”. Segala rangsangan-rangsangan yang di berikan rakyat kepada Pemerintah..., dan Pemerintah harus selalu berinisiatif dan aktif untuk mendengar, membantu dan menolong dengan sekuat tenaga...agar masalah-masalah rakyat dapat di selesaikan.
Selain itu Pemerintah pun harus sering melihat kenyataan di lapangan..., segala penderitaan dan kesengsaraan rakyat Pemerintah harus lebih dulu tahu di bandingkan Perss atau para wartawan TV, Koran dan Radio. Sehingga dengan melihat kenyataan langsung di lapangan Pemerintah dapat melihat dan merasakan penderitaan yang dirasakan oleh rakyat. Sehingga Pemerintah tidak akan lupa dan terlena pada uang dan kekuasaan..., dan selalu memikirkan segala penderitaan dan kesusahan rakyatnya.
Hal-hal simple seperti inilah yang harus menjadi prioritas utama di dalam menjalankan segala kebijakan dan program Pemerintah. Dan seluruh resolusi dari kami ini...lebih terfokus pada manusia-manusianya bukan pada sistemnya. Sebab menurut kami para anggota perkumpulan tongkrongan Daud...”Recovery Manusia” itu lebih penting dan mendesak dari pada “Recovery Sistem”, karena sistem hanyalah alat sedangkan manusia lah yang menjalankannya. Walupun sistemnya bagus... tetapi kalau manusianya bodoh maka sistem tersebut lambat laun akan hancur..., tetapi kalau manusianya berkualitas...walaupun sistemnya lemah..., maka lambat laun akan mengalami proses penyempunaan.
Karena itu... marilah kita sama-sama mensejahterakan rakyat dengan merecovery manusianya lebih dulu... baru sistemnya. Kualitas Intelektual, Spiritual, dan Akhlak yang seimbang dalam diri manusia . akan menciptakan manusia yang berkualitas, jujur, adil, memberi suritauladan dan peka terhadap Kehidupan rakyat. Kesimpulan dari resolusi kesejahteraan rakyat kami ini... mari kita mulai dengan introspeksi diri yang dilakukan oleh para Pejabat dan seluruh aparatur Pemerintahan di Negeri ini..., hingga muncul lah perubahan-perubahan yang akan membawa kemaslahatan dan kesejahteraan bagi kehidupan seluruh rakyat Indonesia!,” akhir kalimat Gotapi ketika menjelaskan... tata cara untuk mensejahterakan kehidupan rakyat.
Penjelasan Gotapi pun sangat komprehensip, holistik, factual, objektive dan menyentuh hati para tokoh-tokoh Masyarakat, anggota DPRD, dan para Pejabat yang hadir dalam undangan tersebut.
Lantunan nurani menembus kalbu jiwa manusia..., menyusupi segala ketenangan dan kedamaiaan dalam hati. hayalan indah tentang sebuah kebahagiaan yang abadi, membuat asa manusia tak mampu bertekuk lutut di hadapan sang pembela kebenaran.
Cahaya Tuhan pun menyelubungi setiap jiwa ma-nusia di ruangan itu, menembus kalbu mengapai ruh menerangkan hawa nafsu dan segala kekejaman manusia di Dunia. Hingga angin pun berhenti...alam pun tersenyum melihat para hamba Tuhan yang menyadari dan mena’ati segala perintah dan larangan Tuhan yang maha Esa.
Bapak Walikota pun hanya bisa tertunduk diam dengan expresi wajah yang sangat menyedihkan..., dia hanya bisa merenung dan introspeksi diri terhadap kesalahan–kesalahan yang telah dilakukan selama ini.
Gotapi yang melihat keadaan itu bisa tersenyum bahagia..., karena Allah SWT masih memberikan hidayahNya. Sehingga muncul lah setitik kesadaran...yang sangat berharga untuk sebuah perubahan di dalam diri manusia.
Setelah beberapa saat perenungan berlangsung..., Gotapi pun mencoba berbicara kembali kepada Bapak Walikota dengan lembut.
“Maaf Pak..., saya ingin mengusulkan sesuatu. Apabila tidak keberatan untuk konsep yang terakhir yaitu kepekaan terhadap rakyat...kami ingin mengajak Bapak Walikota dan para Undangan lainnya untuk melihat langsung kenyataan di lapangan. Bagaimana tersiksa dan menderitanya rakyat kita saat ini!,” ucap Gotapi mencoba meyakinkan Bapak Walikota.
“Boleh-boleh saja..., kebetulan mungkin ini saat yang tepat di antara kesibukan saya yang cukup padat dengan acara-acara!,” ucap Bapak walikota.
Dan anak tongkrongan Daud, Bapak Walikota, anggota DPRD serta tokoh-tokoh Masyarakat yang hadir. Langsung berangkat menuju daerah kumuh di pinggiran kota...untuk melihat kesengsaraan yang diderita oleh rakyat.
***
Dikawasan permukiman disekitar wilayah Gotapi dan anak-anak tongkrongan Daud sering berkumpul..., di kejutkan dengan mobil-mobil mewah yang mengitari kawasan-kawasan yang amat dipenuhi gubuk-gubuk reyot yang terbuat dari kayu. Hari itu malam semakin larut Bulan dan bintang pun menghiasi indahnya malam, sampai tikungan lampu merah ada dua orang kakak adik yang menyetop mobil Pak Walikota yang saat itu berisikan Gotapi, Achongs dan Ferly.
Kelihatannya mereka meminta belas kasihan dari para pengendara mobil..., Gotapi yang melihat kejadian tersebut langsung keluar mobil menghampiri dua orang pengemis kecil tersebut. Tindakan Gotapi ini diikuti oleh Bapak Walikota, anak-anak tongkrongan Daud, beserta para undangan lainnya.
Kemudian Gotapi pun menghampiri mereka...dan bertanya sesuatu.
“Adik...sedang ngapain malam-malam di sini?!,” tanya Gotapi keadaan anak-anak kecil tersebut.
“Kasihanilah kami Kak..., kami belum makan dari pagi. Berilah sedikit uang agar perut kami bisa terisi!,” ucap salah seorang dari mereka.
“Apakah kalian menderita!,” tanya Gotapi sekali lagi.
Mendengar ucapan Gotapi tersebut...dua orang Pengemis kecil itu langsung menangis. Mereka memikirkan segala penderitaan dan kehinaan yang mereka alami di dalam hidupnya.
Sambil matanya berkaca-kaca...Gotapi pun menetap Pak Walikota sambil berucap.
“Pak..., tanpa Bapak sadari mereka lah yang telah menjadi korban dari ketidakadilan dan kesewenag-wenangan yang Pemerintah lakukan!,” ucap Gotapi sambil hatinya merasa teriris.
“Setiap hari...orang-orang seperti ini banyak sekali kita temui!,” ucap Gotapi menegaskan.
Melihat hal itu Achongs pun berbicara.
“Sekarang coba Bapak fikir dan renungi...?, apakah Bapak Walikota masih sanggup untuk hidup bermewah-mewah. Sedangkan disatu sisi masih banyak rakyat anda...yang menderita, menangis kesakitan...karena himpitan hidup!,” ucap Achongs emosi.
“Apakah kami salah...kalau kami sering memaki-m-ki Bapak, karena kesewenang-wenangan yang telah Bapak perbuat!,” ucap Achongs kembali.
Melihat hal seperti itu..., Pak Walikota langsung mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu rupiah...yang kemudian di berikan kepada dua orang bocah tersebut, sambil bertanya.
“Rumah orang tua adik dimana...?,” ucap Bapak Walikota.
Kemudian dia meyebutkan sebuah kolong jembatan di kawasan tertentu. Mendengar ucapan itu mereka pun langsung beranjak menuju tempat tersebut...beserta dua pengemis kecil yang naik mobil Mercedesben milik Bapak Walikota.
Disana mereka mengadakan bakti sosial dadakan..., untuk orang-orang yang tinggal di sekitar kolong jembatan tersebut. Anak-anak tongkrongan Daud pun tersenyum ketika misi dan rencana mereka berhasil dengan sukses, karena berhasil mereformasi acara perjamuan makan malam menjadi acara perenungan untuk rakyat miskin.
Dan saat itu pun anak-anak tongkrongan Daud mendapat salutan dari para anggota DPRD dan tokoh-tokoh Masyarakat. Saat itu juga Allah SWT memberikan hidayah pada Bapak Walikota...sebab ia mengeluarkan suatu statmen yang isinya..., mendukung dan kagum terhadap segala perjuangan Gotapi dan tongkrongan Daud...serta akan mengimplementasikan segala aspirasi anak-anak tongkrongan Daud.
Setelah acara selesai...anak-anak pun pulang di antar oleh mobil dinas Walikota. Ini merupakan malam yang berat bagi anak-anak tongkrongan Daud, ditengah-tengah perjalanan pulang ada bersitan di hati Gotapi.
“Ya...Allah berikanlah kesadaran pada seluruh pejabat dan pemimpin Bangsa di Negeri ini dan di seluruh Dunia!”.
No comments:
Post a Comment